Halo Petranizen! Perkenalkan nama saya Heisya, dan kali ini saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman luar biasa yang saya alami sebagai ketua pelaksana pentas seni SMA Kristen Petra 3. Sejujurnya, saat pertama kali ditunjuk untuk memimpin acara ini, perasaan saya campur aduk antara bangga, excited, tapi juga deg-degan luar biasa. Bagaimana tidak? Pentas seni ini adalah salah satu event terbesar di sekolah, dan saya sadar bahwa tanggung jawab yang saya emban bukan main-main.
Dari awal semester 1, saya dan tim sudah mulai merancang konsep acara ini. Kami ingin membuat sesuatu yang tidak hanya seru dan menghibur, tapi juga bermakna. Setelah banyak diskusi dan brainstorming, akhirnya kami memilih tema “The Perfect Facade: Facing the Reality Beyond the Illusion”. Konsep ini lahir dari realita yang sering dirasakan oleh kita sebagai remaja—harapan bahwa dunia ini bisa sempurna, padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Kami ingin menggambarkan bagaimana banyak dari kita berusaha mengejar kesempurnaan dalam hidup, namun di balik itu ada realita yang jauh lebih kompleks yang harus dihadapi.
Hal menarik dalam pembuatan konsep cerita pada pentas seni ini adalah, kami memilih ending yang tidak biasa—bahkan bisa dibilang sad ending. Kenapa? Karena hidup tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi, dan itu tidak apa-apa. Melalui pentas seni ini, kami ingin menyampaikan pesan bahwa ketidaksempurnaan itu wajar. Kita tetap berharga, apa pun kondisi kita.
Tapi jujur saja, perjalanan menuju hari-H tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak tantangan yang harus kami hadapi. Mulai dari koordinasi tim yang kadang menyebabkan kesalahpahaman, latihan yang menyita waktu dan energi, hingga kendala teknis yang mendadak muncul. Ada masa-masa di mana saya merasa overwhelmed dan hampir menyerah. Tapi di saat seperti itu, saya sadar bahwa saya tidak sendiri. Tim saya selalu ada, bekerja keras bersama, saling menyemangati, dan itulah yang membuat saya terus maju.
Ketika akhirnya acara ini sukses digelar, semua lelah itu terbayar lunas. Melihat ekspresi penonton yang terbawa emosi, mendengar feedback dari teman-teman yang merasakan keseruan acara, itu adalah kepuasan tersendiri. Saya belajar banyak dari pengalaman ini—tentang kepemimpinan, tentang pentingnya komunikasi, tentang belajar untuk menemukan hal baru, yaitu keluar dari zona nyaman– karena sebagian besar talent pada pentas seni kali ini berangkat dari 0 dan bahkan belum memiliki pengalaman tampil sama sekali. Tetapi ternyata mereka bisa membuktikan bahwa mereka bisa dan memiliki talenta itu. Hal lain yang tidak kalah penting adalah belajar tentang bersyukur dalam setiap kondisi.
Pada akhirnya, pentas seni ini bukan cuma sekadar pertunjukan, tapi juga perjalanan emosional dan pengembangan diri bagi setiap orang yang terlibat. Saya berharap, setelah menyaksikan acara ini, teman-teman bisa lebih menerima ketidaksempurnaan hidup dan selalu bersyukur atas apa yang ada. Karena di balik semua ilusi kesempurnaan, realita tetap harus kita hadapi. Dan itu tidak masalah, karena kita semua belajar dan bertumbuh dari sana.
Heisya Stifani Aurellia